SEBUAH TINJAUAN YANG MEMBANDINGKAN
SISTEM BIAYA ACTIVITY-BASED COSTING (ABC) Dengan SISTEM BIAYA TRADISIONAL
Disadurkan oleh:
Iskandarsyah
Satriya., SE., SH., MBA., BKP., Ak
Universitas
Mulawarman, Samarinda
Abstrak
Suatu
temuan yang konsisten dari buku akuntansi biaya tradisional adalah ketidak
tepatan dalam menggunakan informasi biaya untuk menjalankan suatu pabrik
manufakturing. Hal ini berbeda dengan sistem biaya ABC yang memberikan informasi
biaya yang lebih akurat.
Sistem
biaya ABC menelusuri biaya produksi tidak langsung ke unit, batch, lintasan
produk, dan seluruh fasilitas berdasarkan aktifitas tiap level. Metode
penentuan biaya ini menghasilkan biaya akhir produk yang lebih akurat dan lebih
realistis.
Sistem biaya berbasis
aktivitas (ABC) adalah
sebuah metode akuntansi yang mengidentifikasi
kegiatan perusahaan, dan kemudian
menetapkan biaya tidak langsung ke produk. Sistem biaya
berbasis aktivitas (ABC) mengakui
adanya hubungan antara
biaya, kegiatan dan produk, dan
melalui hubungan ini memberikan
biaya tidak langsung untuk produk. Dengan tahapan penerapannya (1) Mengidentifikasi
dan mendefinisikan aktivitas dan kelompok aktivitas. (2) Menelusuri langsung ke
aktivitas dan obyek biaya. (3) Membebankan biaya ke kelompok biaya aktivitas
dan (4) Menghitung tarif aktivitas.
Biaya berdasarkan
aktivitas (ABC) adalah model penetapan biaya khusus yang mengidentifikasi kegiatan dalam sebuah organisasi dan memberikan biaya setiap kegiatan dengan
sumber daya untuk semua produk dan
layanan sesuai dengan konsumsi
aktual oleh masing-masing. Model
ini memberikan biaya tidak
langsung (overhead) ke dalam biaya
langsung dibandingkan dengan model biaya konvensional. Adapun activity based costing model
adalah Obyek Biaya di didentifikasikan kedalam Aktivitas (pemacu biaya)
kemudian memperhitungkan Konsumsi Sumber Daya dan kemudian membebankan sejumlah
Biaya pada aktivitas tersebut.
A.
Definisi
Activity-Based Costing
Activity-Based Costing (ABC) adalah
metode mengalokasikan biaya ke
produk dan layanan. Hal ini
umumnya digunakan sebagai alat untuk
perencanaan dan kontrol. Ini
dikembangkan sebagai pendekatan untuk
mengatasi masalah yang terkait dengan
sistem manajemen biaya
tradisional, yang cenderung memiliki ketidakmampuan untuk secara akurat menentukan
produksi aktual dan biaya jasa, atau memberikan informasi yang berguna untuk
keputusan operasi.
ABC memungkinkan manajer untuk menentukan/menetapkan biaya pada kegiatan dan produk yang lebih akurat daripada metode akuntansi
biaya tradisional. Kegiatan
bertanggung jawab atas biaya dapat
diidentifikasi dan disampaikan kepada
pengguna hanya ketika produk atau layanan menggunakan aktivitas. Salah satu keuntungan ABC adalah merupakan sarana peningkatan mengidentifikasi
biaya overhead yang tinggi per unit dan
mencari cara untuk mengurangi biaya.
Cara kerjanya adalah kegiatan besar pertama diidentifikasi dalam sistem proses. kelompok biaya berikutnya adalah diciptakan untuk kelompok kegiatan yang dapat dialokasikan bersama-sama. Berikut ini pemacu (driver) biaya diidentifikasi. Jumlah biaya yang digunakan pemacu (driver) biaya bervariasi tergantung pada keseimbangan antara akurasi dan kompleksitas. Setelah menentukan pemacu (driver) biaya, tarif dihitung. Tarif ini kemudian diterapkan pada pemacu (driver) biaya masing-masing untuk setiap produk atau layanan yang sedang dipertimbangkan. Biaya overhead per unit ini kemudian diturunkan dengan membagi total biaya untuk produk dengan unit produk total.
Cara kerjanya adalah kegiatan besar pertama diidentifikasi dalam sistem proses. kelompok biaya berikutnya adalah diciptakan untuk kelompok kegiatan yang dapat dialokasikan bersama-sama. Berikut ini pemacu (driver) biaya diidentifikasi. Jumlah biaya yang digunakan pemacu (driver) biaya bervariasi tergantung pada keseimbangan antara akurasi dan kompleksitas. Setelah menentukan pemacu (driver) biaya, tarif dihitung. Tarif ini kemudian diterapkan pada pemacu (driver) biaya masing-masing untuk setiap produk atau layanan yang sedang dipertimbangkan. Biaya overhead per unit ini kemudian diturunkan dengan membagi total biaya untuk produk dengan unit produk total.
B.
Perbandingan Sistem Biaya
Activity-Based Costing (ABC) dengan Sistem Biaya Tradisional
Beberapa
perbandingan antara sistem biaya tradisional dan sistem biaya Activity- Based
Costing (ABC) yang dikemukakan oleh Amin Widjaya dalam bukunya “Activity-Based Costing untuk manufakturing
dan pemasaran ", adalah sebagai berikut: :
1. Sistem biaya ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai
pemacu biaya (driver) untuk menentukan seberapa besar
konsumsi overhead dari setiap produk. Sedangkan sistem biaya tradisional mengalokasikan biaya overhead secara
arbitrer berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non reprersentatif.
2. Sistem biaya ABC memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor
waktu. Sistem biaya tradisional terfokus pada performansi keuangan jangka
pendek seperti laba. Apabila sistem biaya tradisional digunakan untuk penentuan harga dan profitabilitas produk,
angka-angkanya tidak dapat diandalkan.
3. Sistem biaya ABC memerlukan masukan dari seluruh departemen
persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan
suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi.
4. Sistem biaya ABC mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil
untuk analisis varian dari pada sistem tradisional, karena kelompok biaya
(cost pools) dan pemacu biaya (cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain
itu ABC dapat menggunakan data biaya historis pada akhir periode untuk
menghilang biaya aktual apabila kebutuhan muncul.
C.
Dasar-Dasar Activity-Based Costing (ABC)
Dalam sistem biaya Activity Based Costing (ABC), produk
diartikan sebagai barang atau jasa yang berusaha dijual oleh perusahaan,
termasuk pelayanan kesehatan, asuransi, pinjaman bank, pelayanan konsultasi,
bensin, bioskop, roti, dan lain-lain. Semua produk tersebut diatas dihasilkan
melalui aktivitas perusahaan dan akrivitas inilah yang mengkonsumsi sumber
daya.
Biaya yang tidak dapat didistribusikan secara langsung pada
produk akan dibebankan pada aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut timbul.
Biaya untuk tiap aktivitas ini kemudian dibebankan pada produk yang
bersangkutan. Hubungan untuk mengalokasikan biaya ke produk dinyatakan dalam
gambar II.1.
Dasar-dasar sistem biaya ABC ini
mencakup (a). biaya
produksi tidak langsung, (b). aktivitas, (c). tujuan biaya (cost objective), (d).
pemacu biaya (cost driver) dan (e).kelompok biaya (cost pool).
(a). Biaya Produksi Tidak Langsung (Factory Overhead Cost)
Pengertian biaya produksi tidak langsung (factory overhead
cost) atau singkatnya biaya overhead produksi menurut Matz dan Usry dalam buku
"Cost Accounting, Planning and Control (1980), sebagai berikut: biaya
overhead produksi (factory overhead cost) dapat didefenisikan sebagai biaya
dari bahan atau material tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, dan semua
biaya produksi yang tidak dapat dibebankan langsung kepada produk. Jadi dengan
kata lain biaya overhead produksi ini meliputi seluruh biaya produksi kecuali
biaya material langsung dan biaya tenaga kerja langsung.
Biaya overhead produksi merupakan biaya yang tidak dapat
diidentifikasikan secara langsung kepada produk yang menggunakannya atau yang
mengkonsumsinya. Hal ini berbeda dengan biaya produksi langsung yang dapat
diidentifikasi secara langsung kepada produk yang mengkonsumsinya.
Biaya overhead yang timbul umumnya dikonsumsi oleh lebih
dari satu departemen produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu prosedur
distribusi biaya yang digunakan untuk membebankan biaya overhead ini kepada
tiap-tiap departemen ataupun produk yang mengkonsumsinya. Secara garis besar,
biaya overhead produksi digolongkan sebagai berikut :
1. Biaya Bahan Pembantu (Indirect Material)
Biaya bahan pembantu merupakan biaya bahan yang diperlukan
dalam proses pembuatan produksi, tetapi bukan biaya bahan baku (bahan
langsung). Bahan pembantu ini akhirnya juga menjadi bagian produk, tetapi
memiliki nilai yang kecil.
2. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung (Indirect Labor)
Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan biaya tenaga
kerja yang tidak dapat diidentifikasikan secara langsung kepada produk.
Misalnya adalah biaya gaji supervisor, quality control, tenaga kerja
administrasi dan pekerja yang bertugas dalam kerja pemeliharaan yang secara
tidak langsung berkaitan dengan produksi.
3. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan (Repair and Maintenance)
Biaya reparasi dan pemeliharaan yaitu biaya yang dikeluarkan
untuk aktivitas reparasi dan pemeliharaan mesin/peralatan, serta pemakaian suku
cadang. Terkadang biaya suku cadang dipisahkan dari biaya reparasi dan
pemeliharaan.
4. Biaya Penyusutan dan Depresiasi
Misalnya adalah biaya penyusutan mesin, peralatan dan
kendaraan.
5. Biaya Utilitas
Misalnya adalah biaya penggunaan air, gas dan listrik.
Sejalan dengan perkembangan teknologi pada proses produksi,
biaya overhead produksi juga semakin meningkat. Saat ini perusahaan-perusahaan
cenderung beralih dari padat karya menjadi padat modal. Tenaga kerja tidak lagi
menjadi aktivitas penambah nilai yang utama pada proses produksi, karena
penggunaan teknologi (mesin, komputer, dan lainnya) akan mengambil alih posisi
dari tenaga kerja manusia. Peralihan inilah yang menyebabkan persentase biaya
overhead produksi naik secara signifikan
Penggunaan sistem biaya tradisional dalam membebankan biaya
overhead akan menjadi tidak relevan lagi, karena sistem ini menggunakan satu
atau dua pemacu biaya yang berbasis unit (unit based cost drivers) sebagai
dasar pembebanan biaya. Menggunakan satu atau dua pemacu biaya berbasis unit
untuk membebankan semua biaya overhead produksi akan menciptakan biaya produksi
yang terdistorsi.
Distorsi yang terjadi adalah berupa subsidi silang (cross
subsidy) antar produk, hal ini akan membuat situasi dimana satu produk akan mengalami
kelebihan biaya (over costing dan produk yang lain akan mengalami kekurangan
biaya (under costing).Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi
biaya overhead produksi terhadap biaya produksi total. Semakin besar
proporsinya semakin besar pula distorsi yang terjadi dan demikian juga
sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya sistem biaya
Activity-Based Costing (ABC).
Adapun penentuan biaya overhead produksi dengan sistem
tradisional dapat dilihat pada gambar II.2, sedangkan penentuan biaya overhead
produksi dengan sistem biaya Activity-Based Costing (ABC)
Sistem biaya tradisional mengutamakan satu atau dua pemacu
biaya yang berbasis unit sebagai pembeban biaya sehingga menciptakan biaya
produk yang terdistorsi. Distorsi yang terjadi berupa subsidi silang (cross
subsidy) antar produk, satu produk mengalami kelebihan biaya (overcosting) dan
produk lainnya mengalami kekurangan biaya (undercosting). Tingkat distorsi yang
terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead terhadap biaya produksi total.
Semakin besar proporsinya, semakin besar distorsi yang terjadi demikian juga
sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya sistem biaya Activity-
Balanced Accounting (ABC).
(b). Aktivitas dan Klasifikasinya
Disini dilakukan pembedaan defenisi antara aktivitas pada
perusahaan besar dengan aktivitas pada perusahaan menengah dan kecil. Untuk
perusahaan besar, aktivitas didefenisikan sebagai proses-proses atau
prosedur-prosedur yang menyebabkan kerja. Sebagai contoh, dalam departemen
account payable aktivitasnya dapat diperinci antara lain pengisian laporan
penerimaan, order pembelian dan invoice, membandingkan laporan penerimaan,
order pembelian dan lainnya.
Sedangkan untuk perusahaan menengah dan kecil aktivitas
tersebut didefenisikan oleh T. Hicks dalam bukunya Activity-Based Costing for
Small and Mid-Sized Businesses: An Implementation Guide (1992), sebagai
sekelompok kegiatan yang memiliki hubungan proses dan prosedur dapat
digabungkan kedalam kebutuhan kerja secara khusus dalam organisasi. Berdasarkan
defenisi tersebut maka aktivitas departemen account payable adalah account
payable dan aktivitas departemen purchasing adalah purchasing.
Dalam sistem biaya Activity-Based, Costing (ABC) aktivitas
yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan kegiatan merancang dan memproduksi
suatu produk yang disebut juga dengan product driven actuvity.
Product driven activity ini dapat dikelompokkan atas empat kategori, yaitu :
1. Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit (Unit-Lavel activities)
Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah
aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar
kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi.
Biaya yang timbul karena aktivitas berlevel unit ini dinamakan biaya aktivitas
berlevel unit (unit-level activities cost), contoh biaya overhead untuk
aktivitas ini adalah biaya listrik dan biaya operasi mesin. Biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja langsung juga termasuk kedalam biaya aktivitas berlevel
unit, namun tidak termasuk kedalam biaya overhead.
2. Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch (Batch-Lavel
activities)
Aktivitas-aktivitas berlevel batch (batch-level activities)
adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi,
besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang
diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok ini adalah
aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan
(gerak bahan dan order pembelian), aktivitas inspeksi. Biaya yang timbul akibat
dari aktivitas ini adalah biaya aktivitas berlevel batch (batch-level
activities), biaya ini bervariasi batch produk yang diproduksi, namun bersifat
tetap jika dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap
batch.
3. Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk (Product-Lavel
activities)
Aktivitas-aktivitas berlevel produk (product-level
activities) disebut juga sebagai aktivitas penopang produk (product-sustaining
activities) yaitu aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk
yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsurnsi masukan untuk
mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas
ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang
dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau
batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok
ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaaan proses,
spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk. Biaya yang
timbul akibat dari aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel produk
(product-level activities cost).
4. Aktivitas-aktivitas Berlevel Fasilitas (Facility-Lavel
activities)
Aktivitas berlevel fasilitas (facility-level activities)
disebut juga sebagai aktivitas penopang fasilitas (facility-sustaining
activities) adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses manufaktur secara
umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk
memproduksi produk, namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan
dengan volume atau bauran produk yang diproduksi.
Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai
jenis produk yang berbeda, atau dengan kata lain aktivitas ini dilakukan untuk
mempertahankan eksistensi perusahaan. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya:
manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan (landscaping),
penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan(PBB), serta depresiasi
pabrik. Aktivitas manajemen pabrik bersifat administratif, misalnya aktivitas
pengelolaan pabrik, karyawan, dan akuntansi untuk biaya. Biaya untuk aktivitas
ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel fasilitas (facility-level
activities cost).
Tingkatan Aktivitas Pada Sistem
Biaya Activity-Based Costing (ABC)
Meskipun sistem biaya ABC ini kelihatan lebih kompleks dari
sistem biaya tradisional, tetapi sistem ini mampu menghasilkan perhitungan
biaya yang lebih akurat. Aktivitas ini juga dapat diklasifikasikan, yaitu
sebagai berikut :
a. Aktivitas Repetitif dan Non Repetitif
Aktifitas repetitif dilakukan secara berulang atau kontiniu,
sedangkan aktifitas yang non repetitif adalah aktivitas yang dilakukan hanya
satu kali.
b. Aktivitas Primer dan Sekunder
Aktifitas primer (production activity) merupakan aktivitas
yang memiliki kontribusi langsung terhadap kegiatan-kegiatan departemen atau
unit organisasi, sedangkan aktivitas sekunder (production support activity)
mendukung aktivitas primer.
c. Aktivitas yang Memiliki Nilai Tambah dan Tidak Memiliki
Nilai Tambah
Aktifitas yang memiliki nilai tambah merupakan aktivitas
(value added) yang secara langsung dapat memberi benefit pada perusahaan,
sedangkan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah (non value added)
merupakan aktivitas yang tidak memberikan benefit kepada perusahaan.
Dalam sistem biaya Activity-Based Costing (ABC), terdapat
beberapa teknik pengumpulan data
aktivitas dimana tiap-tiap teknik memiliki kelebihan dan keterbatasan
masing-masing. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah :
1. Analisi Data Historis
Analisis data historis ini menggunakan data-data yang sudah
ada pada perusahaan. Data-data ini merupakan data aktivitas mingguan atau
bulanan dan biasanya berisi aktivitas yang dilakukan tiap departemen.
2. Analisi Proses Bisnis
Analisis Proses bisnis ini adalah merupakan yang melakukan
pendekatan dengan proses bisnis dengan menelusuri aktivitas dari input sampai
dengan output. Aktivitas ditentukan dengan observasi dari aliran fisik dan
perubahan bentuk produk. Kelebihan dari pendekatan ini adalah dimungkinkannya
penggambaran hubungan antara input atau output dari aktivitas dan identifikasi
komunikasi antar departemen.
(c). Tujuan Biaya (Cost Objective)
Konsep penting lainnya untuk mengerti tentang sistem Biaya
Activity-Based Costing(ABC) adalah tujuan biaya (cost objective). Tujuan biaya
didefenisikan sebagai "item" akhir (final) dimana semua biaya
terakumulasi. Tujuan biaya final ini berupa akumulasi biaya untuk mentransfer
barang atau jasa kepada konsumen diluar perusahaan.
Tujuan biaya final dapat berupa produk atau jasa pelayanan
yang disediakan oleh sauatu perusahaan untuk konsumen. Pada sistem manufakturing,
tujuan biaya dapat berupa produk jadi atau proses manufakturing.
(d). Pemacu Biaya (Cost Driver)
Pemacu biaya didefenisikan sebagai faktor yang digunakan
untuk mengukur bagaimana biaya terjadi atau dapat juga dikatakan sebagai cara
untuk membebankan biaya pada aktivitas atau produk. Secara praktis, pemacu
biaya menunjukkan dimana biaya harus dibebankan dan seberapa besar biayanya.
Pemacu biaya adalah penyebab terjadi biaya, sedangkan
aktivitas adalah merupakan dampak yang ditimbulkannya, Dalam sistem biaya
activity-Based Costing (ABC) digunakan beberapa macam pemacu biaya sedangkan
pada sistem biaya tradisional hanya menggunakan satu macam pemacu biaya
tertentu yang digunakan sebagai basis, misalnya jam tenaga kerja/jam kerja orang,
rupiah tenaga kerja, atau jam mesin.
Paling tidak ada dua faktor utama yang harus diperhatikan
dalam pemilihan pemacu biaya (cost driver) ini yaitu: biaya pengukuran dan
tingkat korelasi antara cost driver dengan konsumsi overhead sesungguhnya. Hal
ini dapat dijelaskan, sebagai berikut:
a. Biaya Pengukuran (Cost of Measurement)
Dalam sistem biaya Activity-ased Costing (ABC), sejumlah
besar pemacu biaya dapat dipilih dan digunakan. Jika memungkinkan, adalah
sangat penting untuk memilih pemacu biaya yang menggunakan informasi yang telah
tersedia. Informasi yang tidak tersedia pada sistem yang ada sebelumnya berarti
harus dihasilkan, dan akibatnya akan meningkatkan biaya sistem informasi
perusahaan. Kelompok biaya (cost pool) yang homogen dapat menawarkan sejumlah
pemacu biaya. Untuk keadaan ini, pemacu biaya yang dapat digunakan pada sistem
informasi yang ada sebelumnya hendaknya dipilih. Pemilihan ini akan
meminimumkan biaya pengukuran.
b. Derajat Korelasi (Degree of Corelation) Antara Pemacu
Biaya don Konsumsi Overhead Aktualnya
Struktur informasi yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan
cara lain untuk meminimalkan biaya pengumpulan informasi konsumsi pemacu biaya.
Terdapat kemungkinan utnuk menggantikan suatu pemacu biaya yang secara langsung
mengukur konsumsi suatu aktivitas dengan pemacu biaya yang tidak secara
langsung , mengukur konsumsi tersebut. Misalnya, jam inspeksi dapat digantikan
oleh jumlah inspeksi aktual tiap produk, angka ini dapat lebih diketahui.
Penggantian ini berlaku apabila jam yang digunakan dalam setiap inspeksi per
produk adalah cukup stabil.
Beberapa pemacu biaya yang sering
digunakan dalam
sistem biaya Activity Based Costing (ABC) adalah :
1. Kelompok Tenaga Kerja (Labour Group)
Kelompok ini dipakai pada aktivitas yang elemen biaya
utamanya adalah tenaga kerja atau pada aktivitas yang biaya aktivitasnya
berubah secara paralel dengan perubahan tenaga kerja. Pemacu biayanya yaitu :
jam kerja, upah tenaga kerja. Jam kerja juga dapat memacu konsumsi utilitas.
2. Kelompok Waktu Operasi (Operating Time Group)
Dipakai sebagai pemacu biaya pada suatu grup operasi
pengerjaan yang merupakan operasi dari suatu peralatan tunggal atau beberapa
peralatan. Pemacu biaya yang digunakan adalah jam mesin (machine hour).
3. Kelompok Pemilikan (Occupancy Group)
Merupakan pemacu biaya yang tepat untuk mendistribusikan
biaya tetap (fixed cost) berdasarkan lokasi aktivitas atau asset. Sebagai
contoh, depresiasi bangunan, pajak bangunan yang didistribusikan berdasarkan
luas areal peraktivitas.Depresiasi peralatan atau biaya sewa gedung
didistribusikan pada aktivitas yang terjadi dilokasi asset tersebut. Kelompok
pemacu ini jarang digunakan sebagai dasar untuk penentuan besar biaya yang
terjadi, tetapi lebih sering dipakai untuk menentukan dimana biaya harus
didistribusikan. Pemacu biaya yang biasa dipakai adalah seperti ukuran pabrik,
lokasi peralatan dan nilai peralatan.
4. Kelompok Permintaan (Demand Group)
Dipakai sebagai pemacu biaya bila distribusi biaya pada
aktivitas lain atau pada tujuan biaya didasarkan pada permintaan akan aktivitas
tersebut. Contohnya adalah biaya perawatan, dapat dilihat bahwa biaya perawatan
akan didistribusikan pada aktivitas atau tujuan biaya yang memerlukan pelayanan
perawatan saja. Distribusi biaya yang akurat akan didapatkan berdasarkan
estimasi atau permintaan aktual perawatan. Sama seperti kelompok pemilikan
(occupancy group), kelompok permintaan ini juga jarang dipakai untuk menentukan
besar biaya yang terjadi,tetapi lebih sering dipakai untuk menentukan biaya
yang harus didistribusikan. Pemacu biaya yang dipakai untuk kelompok ini adalah
biaya perawatan dan pemeliharaan mesin (repair and maintenance mechine).
5. Kelompok Thoroughput (Thoroughput Group)
Dipakai sebagai pemacu biaya bila biaya utama dari suatu
aktivitas ditentukan oleh jumlah unit thoroughputnya. Sebagai contoh bahan
kimia tertentu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan kimia dipacking dalam
satuan tankerloads, drum 55 galon, dan karton satu galon. Proses packing ini
dapat dipisahkan sebagai tiga aktivitas dengan unit thoroughput (tankerloads,
drum 55 galon, dan kaftan satu galon) dan masing-masing menjadi pemacu biaya
yang dipakai.
6. Surrogate Cost Driver
Surrogate cost driver merupakan data atau ukuran yang telah
tersedia di lapangan dan praktis dipakai untuk mendistribusikan suatu biaya ke
aktivitas lain atau kedepartemen lain, apabila pemacu biaya secara teoritis
sulit diukur datanya. Ada beberapa aktivitas yang pemacu biayanya sulit dan
tidak praktis untuk diukur atau ditentukan dengan tepat. Misalnya, production
control, accounting, general management dan marketing. Contoh pemacu biaya
untuk kelompok ini adalah biaya material (material cost), dan biaya konversi
(convertion cost), kedua pemacu biaya ini sering dipakai oleh perusahaan kecil
dan menengah.
(e). Kelompok Biaya (Cost Pool)
Defenisi kelompok biaya (cost pool) adalah sekelompok biaya
yang memiliki karekteristik yang sama. Karakteristik ini berkaitan dengan tolok
ukur aktivitas yang sama, untuk maksud pembebanan biaya ke produk. Dalam
penelitian ini, biaya-biaya
utama tidak dibagi menjadi kelompok-kelompok biaya, agar
pembebanan biayanya bisa dilakukan dengan lebih akurat.
D.
Prosedur Pembebanan Biaya Sistem Activity-Based Costing (ABC)
Sistem biaya tradisional mendistribusikan biaya overhead
produksi ke produk dengan menggunakan dasar aplikasi yang disebut dengan unit
based measures (penggunaan berdasarkan jumlah/volume unit), yaitu jam tenaga
kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya bahwA baku
langsung dibebankan secara rata pada seluruh produk yang dihasilkan. Sistem
biaya ini mengasumsikan bahwa sumber daya yang dikonsumsi proporsional dengan
acuan tersebut.
Sistem biaya tradisional ini menggunakan pembeban biaya dua
tahap, tahap pertama adalah biaya overhead didistribusikan ke pusat-pusat biaya
(cost centre). Pada tahap kedua, biaya yang terakumulasi dalam tiap pusat biaya
dialokasikan ke produk dengan menggunakan pemacu unit based tersebut.
Sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) merupakan suatu
sistem biaya yang pertama kali menelusuri biaya keaktivitas Dan kemudian
keproduk yang dihasilkan. Dalam sistem biaya ABC ini juga dikenal adanya
prosedur pembebanan biaya aktivitas kepada produk berdasarkan
aktivitas-aktivitas yang dikonsumsi oleh produk yang dihasilkan tersebut. Tahap
yang dimiliki oleh sistem ABC tersebut dalam analisisnya dapat dibagi dalam dua
tahapan, yaitu sebagai berikut :
1.
Prosedur Tahap I
Pada tahap pertama ini dilakukan pembebanan biaya pemakaian
sumber daya kepada aktivitas-aktivitas yang menggunakannya. Dalam kalkulasi
biaya berdasarkan sistem Activity-Based Costing (ABC) tahap pertama, biaya
overhead dibagi kedalam kelompok biaya yang homogen. Suatu kelompok biaya yang
homogen merupakan suatu kumpulan dari biaya overhead, yaitu variasi biaya dapat
dijelaskan oleh suatu pemacu biaya (cost driver). Aktivitas overhead yang
homogen apabila mereka mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.
2.
Prosedur Tahap II
Pada tahap kedua ini, biaya setiap kelompok biaya (cost
pool) ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok
yang dihitung pada tahap pertama dan dikalikan dengan jumlah sumber daya yang
dikonsumsi oleh setiap produk.Tolok ukur ini merupakan kuantitas pemacu biaya
yang digunakan oleh setiap produk. Dengan demikian overhead yang dibebankan
setiap kelompok biaya ke produk dihitung sebagai berikut :
Overhead yang dibebankan = Tarif kelompok x Jumlah konsumsi
pemacu biaya
Profitabilitas
Tujuan utama dari manajemen adalah mengerahkan dan
menggunakan sumber- sumber yang ada dalam perusahaan yaitu seperti bahan baku,
tenaga kerja, dan kapasitas pabrik, sedemikian rupa sehingga modal dalam
perusahaannya dapat dipergunakan secara menguntungkan. Ukuran profitabilitas
dari suatu produk dapat ditentukan dari ratio keuntungan kotor. Dalam
penelitian ini dipakai profitabilitas ratio keuntungan kotor (gross profit
ratio) karena pada penelitian yang diukur adalah biaya produksi .
Ratio keuntungan kotor menyatakan persentase ratio
keuntungan kotor terhadap hasil penjualan produk. Keuntungan kotor ini adalah
merupakan hasil dari penjualan (sales) dikurangi harga pokok produksi (cost of
goods sold manufacturing). Informasi keuntungan kotor dapat berupa laba bruto
atau rugi bruto tiap produk yang diperlukan, untuk mengetahui kontribusi tiap
order dalam menutupi pengeluaran yang non-produksi, demikian juga sebaliknya.
Perhitungan ratio keuntungan kotor (gross profit ratio) adalah sebagai berikut
:
Penjualan – Harga Pokok
produksi
Ratio keuntungan kotor =
----------------------------------------- X 100%
Penjualan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar